Filsafat wisistadwaita

Posted: 10 November 2013 in Filsafat

DSC_0740

Oleh: Ida Bagus Wika Krishna

Pendiri filsafat wisistadwaita adalah Rsi Ramanuja, disebut filsafat wisistadwaita karena penanaman pengertian adwaita atau kesatuan dengan Brahman, dengan wisesa atau atribut. Sehingga dianggap sebagai filsafat monisme terbatas. Hanya Brahman yang ada, sedangkan yang lainnya merupakan perwujudan atau atributnya, Beliau merupakan satu keseluruhan yang komplek walau kenyataannya satu. Apabila Sri Sankara menganggap bahwa segala bentuk perwujudan dianggap tidak nyata dan sementara, sifatnya hanyalah hasil dari awidya atau kegelapan, maka menurut Sri Ramanuja atribut itu nyata dan tetap, namun bergantung pada pengendalian satu Brahman.

Filsafat Wisistadwaita merupakan Waisnawaisme yang mengakui kejamakan, Brahman atau Narayana hidup dalam kejamakan bentuk dari roh-roh (cit) dan materi (acit). Ramanuja mensistemasir filsafat dari waisnawaisme dan disebut sebagai Sri Waisnawaisme, karena Sri atau Dewi Laksmi dibuat memiliki fungsi penting dalam pembebasan roh. Ramanuja menyamakan Tuhan dengan Narayana yang bersemayam di Waikuntha dengan Saktinya yaitu Laksmi sebagai Dewi kemakmuran, yang merupakan Ibu Tuhan, dialah yang memohonkan pembebasan dari para pemuja.

Brahman adalah segalanya namun bukan pula bersifat serba sama, karena dalam dirinya tekandung kejamakan yang menyebabkan dirinya benar- benar mewujudkan diri dalam alam yang beraneka warna. Brahman dianggap berpribadi , mengatur segalanya, maha kuasa dari alam semesta, dihidupi dan diresapi oleh jiwaNya, sehingga tidak ada tempat untuk membedakan antara Saguna dan Nirguna. Brahman meresapi segalanya dan merupakan intisari dari roh, yang merupakan antaryamin atau pengatur batin yang menjadi satu dengan roh. Ia merupakan hakekat dari kebenaran (Satya), kecerdasan , dan kebahagiaan (ananda), dimana materi dan roh bergantung kepadanya. Beliau adalah penopang alam semesta dan roh (adhara), serta penguasa dan pengendali (Niyanta). Jiwa atau roh merupakan yang dikendalikan (Niyama/sesa).

Alam dan berbagai perwujudan material keberadaan dan roh-roh pribadi, bukanlah maya yang tidak nyata tetapi bagian nyata dari hakekat Brahman dan merupakan badan dari Brahman. Materi adalah nyata yang merupakan substansi tanpa kesadaran yang mengalami evolusi (parimana), karenanya ia bersifat abadi namun bergantung dan dikendalikan oleh kehendak Tuhan. Ia membentuk obyek pengalaman bagi roh-roh. Prakrti memiliki 3 guna, yaitu sattwa, rajas, dan tamas, sedangkan suddha tattwa hanya memiliki sifat satwa, suddha tattwa merupakan substansi yang membentuk badan
Tuhan dan disebut dengan Nitya WibhutiNya. Alam yang berwujud merupakan Lila WibhutiNya.

Roh merupakan prakara dari Tuhan yang lebih tinggi dari materi karena merupakan kesatuan sadar yang menjadi inti dari Tuhan. Roh berjumlah tiada batas, bersifat sadar dan tidak berubah, tidak terbagi. Roh benar-benar pribadi dan secara abadi berbeda dengan Tuhan, ia muncul dari Brahman dan tidak pernah di luar Brahman sepertihalnya percikan api dari sumber api. Roh menurut Ramanuja digolongkan menjadi 3, yaitu : Nitya (abadi), Mukta (bebas), dan Baddha (terbelenggu). Roh yang abadi, selamanya bebas dari belenggu hidup dengan Tuhan (Narayana) di Vaikuntha, roh yang terbebaskan sekali waktu mengalami samsara tetapi telah mencapai pembebasan, sedangkan roh terbelenggu terjerat samsara dan berjuang untuk mencapai pembebasan. Roh yang terbelenggu oleh samsara memperoleh badannya sesuai dengan karma masa lalu, yang berjalan dari kelahiran ke kelahiran berikutnya hingga mencapai pembebasan akhir atau moksa.

Moksa dalam konsep Wisistadwaita berarti berlalunya belenggu dari kesulitan hidup duniawi menuju semacam surga (Waikuntha), disitu ia akan ada selamanya dalam kebahagiaan pribadi bersama Tuhan, namun tetap tidak pernah menjadi identik dengan Tuhan. Pembebasan akhir ini dicapai hanya dengan bhakti, karunia Tuhan datang melalui kepatuhan (prapatti) atau penyerahan diri secara mutlak. Pembebasan diri melalui bhakti, berkembang dua konsep, yaitu (markata nyaya) atau teori kera, bahwa seorang bhakta harus seperti anak kera yang harus mengusahakan dirinya tetap bergantung pada induknya (roh pribadi – Narayana), dan yang kedua adalah (marjara nyaya) atau teori anak kucing, penyerahan diri ketika dibawa induknya tanpa usaha bagi dirinya sendiri.

Tinggalkan komentar