KISAH SUTASOMA (Peparikan Sutasoma)

Posted: 19 November 2013 in Sastra

sutasoma

Alih Bahasa : Ida Bagus Wika Krishna

1. Diceritrakan pada satu kerajaan, dimana Raja mengadakan paseban (sidang ) Yang dihadiri oleh para Mentri, Punggawa,Pepatih terutama I Gusti Patih Jrendra, dan para Pendeta terutama Bagawan Mahasidi sebagai bagawanta.

2. Dalam pertemuan (sidang ) itu Sang Maha Raja merasa bahagia sekali melihat putra beliau Sang Stasoma , sudah datang mengadap baginda raja , lalu sang Raja berkata ; anakku raden Sutasoma yang yang kusayangi, kalau ayahnda andaikan seperti Jinamurti, turun ke mercapada dapat membuat Negara tenram kerta raharja.

3. Memang Ida Sangyang Budha , yang ayahnda harapkan turun dulu, yang tiada lain memang ananda, sebagai jiwa dari rakyat semuanya di Negara ini, itu sebabnya sekarang, ananda diharapkan menjadi raja, segala kekurangan sirna merupakan ciri masa lalu, sudah kasohor mulai ananda baru lahir.

4. Itu merupakan suri tolandan, beliau Sang Dharma Wangsa dulu, taat memegang ajaran dharma, sebetulnya ananda sekarang yang diharapkan mejadi raja memerintah rakyat, semua para ratu, diundang supaya hadir, sebagai saksi pada saat ananda dinobatkan menjadi raja.

5. Sebelumnya ananda mencari pemaisuari dulu, dipilih sesuai selera ananda, supaya ananda mupenin, itu semua terserah ananda, ananda tinggal memberi perintah, hidup mati mereka semuanya , supaya kesohor, sebagai raja diraja.

6. Semua yang utama, sesocan keris kuda burung, yang dibilang utama , yang ada dinegeri ini,ananda yang berhak memerintahkan semuanya, supaya semuanya mendapat kebahagian dan kesejahtraan, kalau ada yang berani menolak, beri sangsi dan masukan dia kepenjara, supaya tunduk , dengan undang-undang Negara.

7. Disamping itu tidak ada yang lebih tinggi, dari raja sebagai pemegang pemerintahan, kerja samaya yang di utamakan, angula prawesa histi, pikiran yang akan mewujudkan , meneruskan pikiran yang baik, tatkala makan harus ingat , aturan dari sastrawan Bhuda yng diencamkan.

8. Ida Sang Gotama, Luwih nirmala gung waning, dan taat menjalankan isi dari ajaran-ajaran kesucian, itu dijalankan setiap saat, niscaya Negara akan menjadi aman dan sejahtra, dan kalau rakyak diajarkan, agar dia rajin mempelajari isi dari sastra.

9. Lagi pula tingkah tapa yang empat, masih ananda ingat dengan keberadaan Pancasila, tapa bharata dijalankan, ucapan sastra seperti, itu ananda biar tau, karena ada wiku cerah , kelihatanya dharma jati, membuat samar, banyak masia-siaan.

10. Perempuan cantik yang masih gadis-gadis remaja, girang menjadi berprilaku pandita, dipakai dalih, sering datang manuronnin dengan sisya kelihatan asih, alasan dipakai menyamar , lantas bermesra-mesraan, itu menyebabkan kebiahparapaling (kesengsaraan), jadi panas, dunia ini seperti direbus.

11. Sisia (murid ) dianggap sebagai anak, Nabe (guru) dianggap sebagai orang tua, begitu memang biasa disebut, membuat hujan sebelum turun musimnya, membuat banyak penyakit, banyak kejahatan terjadi, itu dijalankan sesuai aturan ,dan diberi sangsi, bagi yang berbuat kesalahan (melanggar hukum).

12. Kalau sudah begitu cara ananda, berbuat dalam memegang pemerintahan, itu disebut penguasa yang bijak sana dan utama, menegakan hukum (keadilan) secara adil, sudah tentu rakyat akan hormat dan mentaati segala perintah raja.dan rakyat akan senang, berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar peminpinnya panjang umur ,dan dapat memerintah dengan baik.

13. Sang Pangeran Suta soma menjawab, dengan perkataan yang jujur dan lembut, betul seperti perkataan ayahnda Prabu, semuanya penuh dengan pengertian, separti diberi mertha sanjiwani, membuat perasaan ananda sejuk, mengharapkan su putra (putra luih tan patandingan), begitu terlihat, namun ananda masih jauh dari sempurna, isi sastra banyak ananda belum ketahui.

14. Pikiran ananda masih banyak terasa kurang, itulah sebabnya ananda belum merasa pas untuk menggantikan ayahnda sebagai raja Agung, yang tentu banyak kesulitan yang akan ananda alami dalam pemerintahan nanti, memang betul sangat Agung, menemukan kesukaan, seperti Sangyang Pasupati , penguasa jagat raya ini.

15, Banyak artha dan kama, membuat kesengsaraan semuanya, juga menimbulkan corah (niat jahat), anak istri dan kerabat semuanya, itu semuanya dianggap ngeletuhin (membuat aib), tidak urung akan membuat rusak, Detia Raksasa Dewata, kalau dia berbuat corah, dianggap musuh bagi sang angawa Jagat (Raja).

16. Memang baik kalau jadi kesatria, mendapat kemenangan dalam pertempuran, kalau kalah nista diucap, ditenggelamkan dalam kawah aweci, banyak terjadi malapetaka dalam Negara, sirna segala perbuatan yang lampau, selain itu kalau kesatriya, tidak henti-hentinya orang memuji, namun beliau itu masih ada kekurangan .

17. Tidak urung akan menemukan neraka, baik buruk perbuatanya yang akan dinikmati, kepanditaan yang kesohor akan sirna, kelihatan beliau sekarang, permintaan ananda sampaikan kepada ayahnda prabu, agar tidak dibilang melanggar, nista lepas dari sesana, karena tak lain yang dibilang luwih (sanagat suci), memang yang diucap kasuniataan ( sorga) itu.

18. Kebenaran kama itu, membuat malapetaka , itu makanya ananda mohon diri kepada ayahnda Prabu, tak lain yang ananda akan tuju, dan mohon diri untuk pergi ke Gunung, mau menuju kasuniatan, dengan menjalankan yoga semadi, dikemudian hari agar bisa menuju Sunia Nirbana

19. Begitulah permintaan Sang Sutha Soma, dengan tulus , terkejutlah Sang Prabu , dan terasa sesak dada beliau memikirkan, begitu pula banyak hadir , seperti Sang para pendeta , memikirkan maksud perkataan Sang Sutha Soma , yang bersikeras mau melangkah menuju , kayogisuaraan.

20. Dipikirkan belum saatnya, karena beliau masih muda belia, meninggalkan segala kesenangan , disanalah I Gusti Patih Jrendra ikut memberi saran dengan bahasa yang lemah lembut, kepada Sang Sutha Soma diharapkan dapat mengurungkan niat beliau Sang Sutha soma yang ingin menuju hutan melaksanakan yoga semadi.

21. Betul seperti perkataan Sang pengeran semuanya, beliau sang luwihin Pandita, yang sepatutnya menjalankan, Sang Pengeran sekarang , jangan dulu terburu menjalankan, bertapa meninggalkan Negara, sangat perlu dipikirkan kembali, agar supaya, tidak menimbulkan kesedihan pikiran ayahnda Prabu.

22. Ibunda Permaisuri dan rakyat, begitu juga prajurit semuanya, sangat merasa kehilangan dan sedih perasaannya, boleh dikatakan seisi keraton, pada istri semua bersedih, memikirkan Sang Pangeran, karena Sang Pangeran diharapkan , dapat ketemu kerasmin, diatas kasur, Sang Ayu yang akan mendampingi Pangeran naik tahta nanti.
23. Kelihatannya enteng sekali, paras Sang Pangeran tampan, putra raja yang kesohor di jagat raya, meninggalkan segala kemewahan, ke Gunung belajar kepanditaan, menuju tempat yang sunyi, merusak cahaya ketampanan, yang saat ini Sang Pangeran bercahaya seperti intan, yang dihalasi dengan tembaga.

24. Umpama seperti Sang sastrawan yang sangat mumponin, kalau salah melangkahkan kaki, kelihatan itu betul, tidak pekarda itu semuanya, begitu pula Sang Pangeran, mau menuju kesuniataan, sangat gampag sekali sekarang , raja putra meninggalkan Negara.

25. Ada jalan yang lumrah, oleh sang berpikiran ngenis, juga buat mendapatkan anak dan cucu yang berguana dan tidak ada tandingannya, supaya ada yang menjungjung, pemberian leluhur, Pascat kecap Sangyang Aji ada terlihat, ucapan nabe munadika.

26. Tepat kalau sang pangeran, menjadi raja dari saat ini, mau melaksanakan kebahagiaan, mempunyai anak laki perempuan, kalau sudah pikirannya menyatu dengan tulus, kebahagiaan lahir batin yang di tuju, disana baru Sang pangeran, pergi ke gunung meninggalkan Negara akan menuju kesuniatan.

27. Kalau sudah begitu, Sang Pangeran berbuat, rakyat semuanya gembira riang, ayahnda Prabu sudah lanjut usia, siapa yang berani sekarang akan menunda niat Sang Pangeran akan menuju pertapaan, kalau jadi sekarang, seperti melempar dengan air seni dan kotoran.

28. Begitu wejangan I Gusti Patih Jayendra, telah didengar semua, oleh Sang Pangeran Sutha Soma, sedangkan Ida Dangyang Masisadi, lantas bertutur kata dengan bahasa yang lemah lembut dan manis didengar, niscaya sangat meresap dalam pikiran, memang betul perkataan beliau Gusti Patih semuanya ,dengan mencurahakan isi hati, dengan tulus , dan sembah bakti sebagai abdi raja.

29. Bila dipikir mendalam ingin mengikuti, saran Sang Maha Muni sorga yang dikatakan, di gunung dapat terlihat, dibuat dari sini, itu lagi merupakan kepastian, tujuh yoga yang di laksanakan, pusatkan pikiran dengan segala kemampuan semua, dengan kokoh , dapat menemukan kebahagian abadi tanpa ada halangan.

30. Lagi pula sorga itu, Sang Pangeran katakan, memang betul dapat di cari berdasarkan yoga semadi (bertapa), pergi menuju kedalam hutan, atau dari puri dapat dilihat, seperti Gunung Mahameru, sama namun dibilang naraka, di Gunung ataupun di Puri, semua belum , pasti dengan kepastian kebenaran soga itu.

31. Dengarkan pembicaraan kakek, Boya sing maweda wiyakti, beyaja asing mawarna, wiku ya pandita jati, kelihatannya benar, beliau sebagai orang suci, dapat memperlihatkan keberadaan roh, itu pandita sujati, seperti beliau merupakan perwujudan Dewa.

32. Dikatakan oleh pangeran, neraka sang menjadi Raja, kalau berupa pandita dikatakan, menemukan kautaman jati, itu semuanya salah, isi dari pikiran Sang Pangeran, pemikiran yang tulus dan suci nirmala, itulah yang betul-betul baik, maka tuduh nyidayang sekama-kama.

33. Dengarkan lagi perkataan kakek , Raja terdahulu, menjadi pandita di dalam pemerintahan, maka itu Pangeran sekarang, agar supaya betul-betul tahu, orang perempuan yang cantik, kasatma kayan petapan,, itu sangat menyenangkan, senang hatinya, seperti membersihkan padi gaga.

34. Itu yang diumpamakan, kecantikan yang tiada taranya, pada saat memusatkat konsentrasi, seperti sudah pengalaman, kecantikan dalam kerasmin, ketaatan dalam mengendalikan diri, gineng japa samaita, seperti bahu yang harum, baunya semerbak, membuat pikiran kesemaran.

35. Pemujaan dengan cara begitu, seperti merayu, orang cantik yang diinginkan, nureja maodak miyik, seperti sudah melihat, yang disebut betul suci, begitu saran Sang Pandita Sri Bagawan Maosadi, yang mengikuti, isi ucapan sastra.

36. Sekarang Sang Pangeran Suta Soma, berkata dengan lemah lembut, dapat saya terima semua saran Maharesi, dimana tempatnya memuja, supaya mendapat kebahagiaan, Ida Sangyang Widhi (tuhan Yang Maha Esa), sudah terbukti semua, semua sirna, sadripu yang ada dalam diri.

37. Betul-betul sulit sekali, kalau dari kerajaan (pusat kerajaan) , akan menuju sorga, godaannya banyak sekali yang dapat membuat malapetaka semua, nafsu sangat membalut, itu menyebabkab lepas dari sasaran, tidak bisa akan mendapatkan, bisa jadi menuju, niskala ketemu neraka.

38. Di Gunung sudah biasa, tempat orang bersemadi, di sungai begitu pula di kuburan, di jalan yang sepi, agar jauh dari rumah, disana dapat dilihat, yang disebut utama, sorga nirbana yang sejati, akhir kata, beliau Sang Pangeran.

39. Tidak bisa akan ditunda, niat Sang Pangeran, sekarang Raja, dengan sang permaisuri Dewi pradnyadari bersikukuh akan menikahkan putranya segera, agar supaya beliau kastu pungku oleh prajurit semuanya, karena hari sudah sore, semua pada pulang, begitu pula baginda Raja juga pulang dari peseban.

40. Sekarang di ceritakan Sang Pangeran Suta Soma, sudah pulang juga dari paseban, diiring oleh bahudanda, dan para Mantri, dengan memperlihatakan wajah yang sangat senang , para permuda semuanya ganteng, itu semuanya menjadi abdi (parekan), Sang Pangeran Suta Soma, tidak terasa puas-puas, terasa memandang.

41. tatkala hari sudah sepi, diperkirakan sudah dauh empat (pukul empat), berhenti sudah surara tetabuhan, para abdi semua sudah tidur pulas, tetapi tak didengar suara genta masih menghalun, puja puji Sang Pendeta.

42. Puja Sang Pendeta semua , mamuji supaya kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapat kebahagiaan, beliau sang Raja, Sang Suta Soma tidak tertidur, memikirkan, perasaan ayanda Prabunya, yang akan melaksanakan upacara perkawinan beliau Sang Suta Soma besok,

43. Sekarang diceritrakan Sang pangeran Suta Soma, karena manut dengan perkataan ayahnda Prabunya, gelisah sekarang pikirannya, karena akat diangkat menjadi Raja niatnya ditunda, yang mau menuju gunung bertapa, untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapatakan kebahagiaan lahir batin.

44. Karena berta pikiran beliau berjalan, pergi bertapa meninggalkan Negara, mau menuju niskala, kalau tidak berdasarkan bertapa, sebagai jalan utama, itu yang menjadi harapan beliau, agar dapat menuju kenisreyasan.

45. Segera beliau pergi sekarang, Mohon pamit dengan Bhatara Kawitan dan kesetiaan abdinya, itu semuanya diiklaskan, diperkirakan sampai di bencingah, penjaga semua sudah dilewati oleh beliau Sang Pangeran Suta Soma,

46. Jalan keluar semua terbuka, tidak ada yang membuka, karena keutamaan pikirannya, maka tidak menjadi halangan , sekarang Sang Suta Soma, jauh sudah perjalanan beliau, dengan nyilib berjalan menuju arah selatan dari istana beliau.

47. Sekarang diceritrakan, kepergian Sang Pangeran Suta Soma begitu pula seisi keraton, seperti beliau Sang Prabu, begitu pula beliau Sang Permaisuri , sangat –sangat merasakan sedih , takala putra beliau pergi dari istana (menghilang tanpa meninggalkan pesan).

48. Sang Raja mengutus para Patih dan prajurit semuanya, untuk mencari Sang Suta Soma, ke segala penjuru di negeri itu, semua yang pernah dituju oleh Sang Suta Soma semuanya sudah dilihat, hasilnya tetap nihil, membuat Sang Perabu menjadi abis pikir.

Tinggalkan komentar