Sang Garuda dan Kesucian daun Ilalang

Posted: 11 November 2013 in Umum

378058_211648762261648_100002495786260_434224_613428249_n

Bhagawan Daksa memiliki empat belas putri yang mempunyai paras sangat cantik, keempatbelas putrinya ini ia haturkan kepada seorang resi yang bernama Bhagawan Kasyapa. Putri-putri Bhagawan Daksa ini bernama; Sang Aditi, Diti, Danu, Aristi, Anayusa, Kasa, Surabhi, Winata, Kadru, Ira, Parwa, Mrgi, Krodhawasa, dan Sang Tamra.

Keempatbelas putri Bhagawan Daksa ini kemudian diperistri oleh Bhagawan Kasyapa, setelah melaksanakan upacara dan melewati waktu semua putrid ini telah dikaruniai putra, kecuali sang Kadru dan Sang Winata. Berselang waktu, keduanya menghadap Bhagawan Kasyapa dengan penuh pengharapan agar bisa memiliki keturunan, sang Kadru meminta agar bisa memiliki seribu orang anak sedangkan sang Winata memohon agar diberikan dua anak saja namun memiliki kesaktian yang melebihi anak-anak sang Kadru.

Bhagawan Kasyapa kemudian memberikan seribu butir telur kepada sang kadru dan dua butir telur untuk sang Winata untuk dijaga. Telur-telur yang diberikan oleh Bhagawan Kasyapapun dijaga dengan penuh kesabaran dan kasih saying oleh Sang Kadru dan Sang Winata. Lama berselang waktu, seribu telur Sang Kadrupun mulai menetas dan lahir seribu ekor naga, yang terkemuka dari naga-naga putra Kadru adalah Anantabhoga, Basuki, dan Taksaka. Waktu-waktupun berlalu, namun kedua telur winata belum juga menetas.

Akhirnya dengan keputusasaan Sang winata memecahkan salah satu telurnya dan dengan kesakitan lahirlah Sang Aruna dengan tubuh yang belum sempurna, yaitu baru bagian atas saja yang terbentuk dengan sempurna sedangkan bagian bawahnya belum sempurna. Kemudian Sang Aruna terbang yang pada akhirnya ia menjadi tunggangan Hyang Aditya. Dengan penuh rasa menyesal, Sang Winata kemudian menjaga satu lagi telurnya dengan penuh kesabaran, yang setelah menetas lahirlah Sang Garuda.

Suatu hari Sang Kadru dan Sang winata berbincang mengenai kuda Uccaihsrawa, namun pada akhirnya mereka berdebat mengenai kuda yang keluar dari pemutaran ksirarnawa tersebut dan memutuskan untuk bertaruh, siapa yang kalah akan menjadi budak. Atas muslihat para naga akhirnya Sang Winata kalah dan akhirnya diperbudak oleh Sang Kadru, ia disuruh untuk mengasuh para naga, putra-putra sang Kadru. Untuk menggantikan tugasnya itu, maka seringkali Sang Garuda disuruh menjaga para Naga tersebut, namun lama kelamaan ia merasa tidak mampu lagi mengurus naga-naga yang tidak kenal diam. Sang Garuda pun bertanya, apa yang bisa ia lakukan untuk bisa menebus perbudakan terhadap ibunya. Sebagai pengganti hukuman Sang Winata, para naga meminta kepada Garuda agar mengambilkan Amrta.
Sang Garuda kemudian memohon ijin kepada ibunya untuk berangkat mencari Amrta, sebagai penebus hukuman Sang Winata.

Dalam perjalanan mencari amrta, banyak hal yang menghalangi perjalanannya. Hingga suatu saat para Dewa mendengar kabar bahwa sang Garuda ingin mengambil amrta ke kahyangan, maka bersiaplah para Dewa lengkap dengan senjatanya untuk menghalangi kedatangan Sang Garuda tersebut. Kedatangan Sang Garuda kekahyangan kemudian disambut oleh serangan para Dewa, namun tiada satu senjatapun mampu menembus bulu-bulu sang Garuda dan dengan sekali kibasan sayapnya maka para dewapun terpelanting. Akhirnya amrta tersebutpun didapatkan oleh Sang Garuda, namun secara tiba-tiba datanglah Dewa Wisnu dan bersabda’ tidak sepantasnalah engkau mengambil amrta, dan hendaknyalah kau menjadi tungganganku’. Tanpa sepatah katapun akhirnya Sang Garuda bersedia dan berpesan kepada indra, bahwa ia akan membawa amrta sebagai penebus hukuman terhadap ibunya, dan silahkan diambil setelah diberikan kepada Sang Naga.

Tidak diceritakan, maka bertemulah Sang Garuda dan Sang Naga, Amrtapun diserahkan kepada Sang Naga sebagai penebus ibunya dan ia berpesan agar sebelum meminum Amrta, ada baiknya kalian para Naga bersuci-suci dahulu. Para Nagapun menuruti anjuran Sang Garuda, kemudian berangkat mandi. Amrta yang dibiarkan begitu saja, kemudian diambil oleh Hyang Indra. Ketika kembali untuk meminum Amrta tersebut, sungguh sedih hati para Naga karena tidak didapati ditempatnya, namun pada ujung ilalang masih ada setitik Amrta, kemudian mereka menjilatinya hingga bercabanglah lidah para Naga. (Adi Parwa)

Tinggalkan komentar